Komunikasi memiliki ruang lingkup yang tidak terbatas. Dalam arti, komunikasi dibutuhkan dalam setiap ruang aktivitas kehidupan manusia. Termasuk diantaranya dalam penyelenggaraan negara dan sistem pernerintahan. Datam konteks ini, belakangan dikenal istilah komunikasi politik. Secara etimologis komunikasi politik berasal dari dua kata, yakni komunikasi dan politik dalam sistem politik, komunikasi berfungsi menjembatani antara situasi kehidupan politik yang ada pada suprastruktur politik dengan infrastruktur politik Istilah komunikasi politik lahir dari dua istilah yaitu “komunikasi“ dan “politik”.
Hubungan kedua istilah itu dinilai besifat intim dan istimewa karena pada domain politik, proses komunikasi menempati fungsi yang fundamental. Bagaimanapun pendekatan komunikasi telah membantu memberikan pandangan yang mendalam dan lebih halus mengenai perilaku politik (Nasution,).
Banyak buku tentang komunikasi politik diawali dengan pengembaraan definisi, meskipun selalu diakui bahwa istilah komunikasi politik mencakup pemahaman yang sangat luas. Misalnya yang disebutkan oleh Denton dan Woodward, mengartikan komunikasi politik sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber kekuasaan, kewenangan pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, dan pemberian sanksi berupa mekanisme reward and punishment. Tema-tema studi tentang komunikasi politik pada umumnya berkisar di seputar, bagaimana peranan komunikasi di dalam fungsi politik. Komunikasi politik mempersembahkan semua kegiatan sistem politik, baik masa kini maupun masa lampau sehingga aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijaksanaan. Pemikiran tersebut berangkat dari pemikiran bahwa komunikasi adalah suatu proses yang menyatu dengan gejala politik (Panuju, 1997 : 40)
Berbeda dengan para teoritisi komunikasi tadi, seorang praktisi komunikasi, Maswadi Rauf, melihat komunikasi politik dari dua dimensi: Pertama, komunikasi politik sebagai sebuah kegiatan dan kedua, komunikasi politik sebagai kegiatan ilmiah. Komunikasi politik sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Sedangkan sebagai kegiatan ilmiah maka komunikasi politik adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem politik. (Sumarno, 2006:)
Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan mendasar : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? (Effendy, 2001: 10). Laswell ingin menyebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Beberapa ahli lainnya mendefinisikan komunikasi sebagai pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan (Aranguren), saling berbagai informasi, gagasan atau sikap (Schramm), saling berbagai unsur-unsur perilaku, atau modus kehidupan melalui perangkat-perangkat aturan (Cherry), penyesuaian pikiran, penciptaan perangkat simbol bersama di dalam pikiran para peserta (Merilland), pengalihan informasi dari satu orang atau kelompok kepada yang lain, terutama dengan menggunakan simbol (Theodorson). Dari berbagai definisi komunikasi itu Nimmo menjelaskan bahwa kita akan menemukan kesamaan pada penekanan-penekanan tertentu (Nimmo, 2000: 5).
Selain itu, penulis literatur Ilmu Komunikasi, Harun dan Sumarno menambahkan bahwa kehadiran komunikasi politik adalah untuk mewujudkan kondisi harmonis, berlanjutnya sistem politik secara berkesinambungan yang dapat mengayomi seluruh individu yang berada dalam sistem tersebut" (Harun dan Sumarno,). Dengan demikian jelas bahwasanya komunikasi politik merupakan media yang menjembati hubungan antara komunikator politik dengan komunikan politik, dan menjadikan setiap proses penyampaian pesan sebagai momen untuk membentuk kondisi sosial yang lebih baik.
Dalam pembahasan lebih lanjut tentang komunikator politik, Nimmo pada bukunya komunikasi politik (komunikator, pesan dan media) mengaitkan peran komunikator politik sebagai penentu. Menurutnya, komunikator politik memainkan peran sosial yang utama dalam agenda politik. Untuk itu; dia membagi komunikator politik ke dalam beberapa kategori, yang terdiri atas: Pertama, Politikus yang bertiniak sebagai komunkator politik. Dalam prakteknya, komunikator kategori ini melakukan proses komunikasi politik sebagai alat untuk mencari pengaruh. Kedua, komunikator profesional dalam politik. Berbeda dengan komunikator politik, komunikator profesional adalah peran sosial yang relatif baru yang secara umum bertujuan meningkatkan kesadaran politik. Sedangkan ketiga, aktivis atau komunikator politik paruh waktu adalah lebih mengedepankan pendekatan ideologis dalam praktek komunikasi politik yang dilakukanny (Nimmo)
Komunikasi politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat yang menjadi input sistem politik dan pada waktu yang bersamaan komunikasi politik juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output dari sistem politik. Dengan demikian melalui komunikasi politik maka rakyat dapat memberikan dukungan, menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap sistem politik. Melalui itu pula rakyat akan mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalurkan atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari kebijakan politik yang diambil. Para ilmuwan politik mengartikan komunikasi politik sebagai kegiatan politik yang merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Hakikat komunikasi politik adalah upaya untuk mewujudkan tujuan pemikiran politik yang melibatkan berbagai pihak sebagaimana mereka harapkan.
Analisis paling banyak dari isi berita politik di media adalah mempertanyakan luasnya bias politik yang terjadi, khususnya bias ideologi. Reese and Shoemaker (1996; 251–254) mendefinisikan bias sebagai “sebuah tendensi yang konsisten dari kebenaran obyektif dengan penyimpangan baik ke kanan maupun ke kiri. Pada surat kabar dan informasi hal itu mengarah pada tendensi atau berpihak ke salah satu posisi”.
Karena pentingnya berita media sebagai foum partisan, banyak studi menganggap berita cenderung mengarah kepada iklan daripada memberikan argumentasi yang rasional. Ada beberapa tipologi dari bias berita menggunakan konsep obyektivitas, yaitu apakah bias berita itu (1) bias terbuka dan (2) bias tertutup ataukah (3) bias berita yang diharapkan atau (4) bias berita yang tidak diharapkan.
Demikian empat tipe dari bias berita. Partisan mengacu pada konsep memasukkan isi seperti memasukkan kepentingan kandidat pada editorial, kolom opini, akses slot pada televisi dan radio, dan iklan. Dalam banyak kasus, isinya dapat secara terbuka atau partisan secara tidak sengaja. Problem mengukur bias media tidak ada yang referensi yang cocok apabila kita membandingkan isi media. Mengukur bias media memerlukan standard fairness yang bisa diterima, tetapi hal itu tidak mudah. Menguji deviasi politik media selalu diletakkan pada analisis media yang bersangkutan. Lebih dari itu, isi media mempunyai pengaruh bagi terjadinya perubahan sosial. Isi media tidak hanya manifestasi budaya. Penulis buku ini memberikan gambaran bahwa isi media adalah sebuah sumber kebudayaan. Bahwa isi media adalah elemen budaya, kemudian merangkainya, membingkainya, dan mengembalikanya kepada khalayak. Artinya, ada beberapa faktor ekstra media yang masuk dan mempengaruhi tampilan media secara keseluruhan.
Sebagai arena perang simbolik, setidaknya media massa dapat menjadi saluran pihak-pihak yang bertikai untuk memanipulasi opini publik. Dengan frame yang dimiliki, masing-masing pihak yang berkepentingan berusaha menonjolkan basis penafsiran, klaim atau argumentasi tertentu sebagai upaya menyerang pihak lawan dan mengklaim kebenaran pihaknya. Semua itu dilakukan sebagai cara atau strategi untuk memperoleh dukungan publik. Dalam konteks kampanye legislatif, pada dasarnya, kampanye politik adalah penciptaan, penciptaan ulang, dan pengalihan lambang siginifikan secara sinambung melalui komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif yang melakukan kampanye dan pemberi suara. Mereka yang melakukan kampanye baik kandidat, penasihat, konsultan maupun tim pendukung berusaha mengatur kesan pemberi suara tentang mereka dengan mengungkapkan lambang-lambang yang oleh mereka diharapkan akan mengimbau para pemilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar